Tugas
Antropologi
Keanekaragaman
Suku Bali
BAB I
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan kondisi masyarakat
yang sangat heterogen dengan kurang lebih 300 suku bangsa (etnik).
Heteroginitas masyarakat yang sangat besar ini memiliki sistem nilai dan norma
budaya masing-masing. Keunikan kebudayaan, yang kebudayaan itu biasanya menjadi
acuan berpikir dan pegangan bertindak, sangat berpengaruh pada sikap hidup dan
pola perilaku dalam masyarakat. Kebudayaan memiliki arti yang sangat luas dan
pemaknaannya sangat beragam, serta merupakan sistem simbol yang dipakai manusia
untuk memaknai kehidupan. Sistem simbol berisi orientasi nilai, sudut pandangan
tentang dunia, maupun sistem pengetahuan dan pengalaman kehidupan. Sistem
simbol terekam dalam pikiran yang dapat teraktualisasikan ke dalam bahasa
tutur, tulisan, lukisan, sikap, gerak, dan tingkah laku manusia.
Pemahaman kebudayaan yang sangat beragam tersebut terjadi
karena adanya varian budaya yang disebut dengan kebudayaan lokal. Kebudayaan
lokal yg dibahas dalam penulisan ini adalah kebudayaan Bali, kebudayaan Bali
merupakan suatu tata nilai yang secara ekslusif dimiliki oleh masyarakat
etnik Bali itu sendiri, bahkan sampai pada tingkat subetnik. Adanya variasi dan
keanekaragaman budaya akan mewarnai variasi pola perilaku masyarakat Bali
tersebut berlaku. Dalam konteks tersebut, perilaku individu dalam organisasi
juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh varian lokalitas budaya yang
berkembang. Birokrasi, sebagaimana organisasi lainnya yang tidak dapat
lepas dari pengaruh lingkungan budaya, dalam aktivitasnya juga terlibat secara
intensif melalui pola-pola interaksi yang terbentuk di dalamnya dengan sistem
nilai dan budaya lokal. Budaya birokrasi yang berkembang di suatu daerah
tertentu, misalnya, tidak dapat dilepaskan dari pola budaya lingkungan sosial
yang melingkupinya.
1.2
Profil
Berikut ini adalah informasi profil
mengenai propinsi Bali yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia :
·
Nama Provinsi : Bali
·
Tanggal Berdiri : 14 Agustus
1958
·
Dasar Pendirian :
Undang-Undang No. 84 Tahun 1958
·
Ibu Kota : Denpasar
·
Luas Wilayah : Kurang lebih
5.632,86 km2
·
Posisi/Letak Geografis : 8,3
derajad - 8,5 derajat lintang selatan dan 114 derajat - 116 derajat
bujur timur
·
Pulau : Pulau Bali
·
Jumlah Kabupaten : 8 Kabupaten
/ 1 kota
8 Kabupaten :
1. Jembrana
2. Tabanan
3. Badung
4. Gianyar
5. Karangasem
6. Klungkung
7. Bangli
8. Buleleng
9. Kota Denpasar
Batas-batas provinsi :
Utara
: Laut Bali
Timur
: Selat Lombok (Povinsi Nusa Tenggara Barat)
Barat
: Selat Bali (Povinsi Jawa Timur)
Selatan
: Samudera Indonesia
Luas total wilayah Provinsi Bali
adalah 5.634,40 ha dengan panjang pantai mencapai 529 km.
1.3
Lambang Daerah Bali
Lambang
Daerah Bali berbentuk segi lima dengan warna dasar biru tua dengan garis
dipinggir puti. Di dalam segi lima ini terdapat lukisan-lukisan yang merupakan
unsure dari lambang, yaknin :
1) Bintang kuning emas yang melambangkan Ketuhanan Yang Maha
Esa ;
2) Candi yang tertera di tengah-tengah ialah diambil dari
candi Margarana yang melabangkan jiwa kepahlawanan rakyat Bali dalam menentang
penjajah ;
3) Candi bentar yang artistic merupakan lambing keagamaan
rakyat Bali ;
4) Rantai yang melintang dari kiri ke kanan melambangkan
persatuan dan jiwa gotong-royong ;
5) Kipas yang terlukis sebelah kiri dan kanan bunga teratai
melambangkan kesenian dan kebudayaan daerah Bali ;
6) Bunga teratai (padma) yang terlukis sebagai dasar di bawah
candi melambangkan singgasana Ciwa ;
7) Padi dan kapas melambangkan kemakmuran.
Tata warna yang terpakai dalam
lambing daerah ini, seperti :
a) Biru tua yang mendasari lambing ini, yang disertai tulisan
“Bali Dwipa Jaya”, berarti ‘toleransi’ ;
b) Kuning emas yang mewarnai gambar bintang, candi, candi
bentar, pinggiran padi, kapas dan kipas ini melambangkan maksud yang luhur dan
agung ;
c) Merah yang mewarnai gambar rantai, padma di muka candi
mengandung arti sifat yang perwira; dan
d) Putih yang mewarnai dasar tulisan, bunga kapas, buah padi,
dan pinggiran lambing berarti suci.
·
Topografi
Terbentang
di tengah-tengah Pulau Bali adalah pegunungan yang memanjang dari barat ke
timur. Sepanjang pegunungan ini ada beberapa gunung yang merupakan puncaknya
yaitu Gunung Merbuk (1.386 m), Gunung Patas (1.414 m), Gunung Watukaru (2.276
m), Gunung Pahen (2.069 m), Gunung Penggilingan (2.098 m), Gunung Batur (1.717
m), Gunung Agung (3.140 m), dan Gunung Seraya (1.174 m). Gunung Batur dan
Gunung Agung adalah gunung berapi yang masih aktif.
Dibagian
selatan Pulau Bali terdapat semenanjung bukit yang tingginya 202 m. Sedangkan
Pulau Nusa Penida yang merupakan perbukitan kapur dan puncak tertinggi yaitu
529 m.
Di
tengah-tengah Pulau Bali terdapat tiga buah danau, masing-masing Danau Beratan
dengan luas ± 370 ha, Danau Tamblingan dengan luas ± 110 ha. Di sebelah timur
terdapat danau yang berkepundan yaitu Danau Batur, luasnya ± 1.718,75 ha.
Dari
pegunungan yang memanjang ini mengalirlah sungai-sungai kea rah selatan dan
utara tetapi yang ke selatan lebih panjang daripada yang ke utara.
Sungai-sungai ini ada yang bersifat permanen yang mengalirkan air sepanjang
tahun dan ada yang bersifat intermittent yang hanya mengalirkan air pada musim
hujan saja.
1.4
Sejarah
Denpasar adalah ibu kota Bali dengan masyarakat dan budaya
yang unik dipastikan bukanlah satu wilayah migrasi yang baru tumbuh. Keseharian
masyarakat Bali dengan budaya yang senantiasa menampilkan warna budaya lokal
menunjukkan bahwa perjalanan Bali telah melewati alur sejarah yang panjang.
Berbagai temuan arkeologi di berbagai wilayah Bali membuktikan perjalanan
panjang Pulau Bali berbarengan dengan wilayah dan negara lain. Sebagaimana
dengan wilayah lain di Nusantara, masa-masa awal kehidupan bermasyarakat di
Bali dikelompokkan sebagai jaman pra sejarah.
Pada masa pra sejarah ini tidak ditemukan catatan-catatan
yang menggambarkan tatanan kehidupan bermasyarakat. Yang menjadi acuan adalah
temuan berbagai peralatan yang dipergunakan sebagai sarana menopang
kelangsungan hidup manusia Bali ketika itu. Dari berbagai temuan masa pra
sejarah itu, jaman pra sejarah Bali - sebagaimana dengan kebanyakan wilayah
lain - meliputi tiga babak tingkatan budaya. Lapis pertama adalah masa
kehidupan yang bertumpu pada budaya berburu. Secara alamiah, berburu adalah
cara mempertahankan kelangsungan hidup yang amat jelas dan mudah dilakukan.
Dengan alat-alat sederhana dari bahan batu, yang peninggalannya ditemukan di
daerah Sembiran di Bali utara dan wilayah Batur, manusia Bali diperkirakan
mampu bertahan hidup
Peninggalan peralatan sejenis yang lebih baik, dengan
menggunakan bahan tulang, ditemukan pula di gua Selonding di daerah Bulit,
Badung Selatan. Ini menunjukkan bahwa masa berburu melewati masa cukup panjang
disertai dengan peningkatan pola pikir yang makin baik. Masih berdasar pada
temuan benda-benda purbakala, tergambar bahwa Bali mulai meninggalkan masa
berburu dan masuk pada masa bercocok tanam. Kendati sudah memasuki tatanan
hidup yang lebih terpola pada masa bertanam, kelompok manusia Bali pada masa
itu dipastikan hidup secara berpindah. Berbagai peninggalan sejenis ditemukan
sebagai temuan lepas di berbagai wilayah Bali barat, Bali utara, dan Bali
selatan.
Tatatan hidup dengan permukiman diyakini sebagai peralihan
tatanan hidup manusia Bali dari jaman pra sejarah ke jaman sejarah. Peninggalan
purbakala berupa nekara perunggu dan berbagai barang dari bahan logam di daerah
Pejeng Gianyar, membuktikan bahwa kala itu telah terbentuk tatanan masyarakat
yang lebih terstruktur. Berbarengan dengan peralihan jaman pra sejarah ke jaman
sejarah, pengaruh Hindu dari India yang masuk ke Indonesia diperkirakan memberi
dorongan kuat pada lompatan budaya di Bali.
Masa peralihan ini, yang lazim disebut sebagai masa Bali
Kuno antara abad 8 hingga abad 13, dengan amat jelas mengalami perubahan lagi
akibat pengaruh Majapahit yang berniat menyatukan Nusantara lewat Sumpah Palapa
Gajah Mada di awal abad 13. Tatanan pemerintahan dan struktur masyarakat
mengalami penyesuaian mengikuti pola pemerintahan Majapahit. Benturan budaya
lokal Bali Kuno dan budaya Hindu Jawa dari Majapahit dalam bentuk penolakan
penduduk Bali menimbulkan berbagai perlawanan di berbagai daerah di Bali.
Secara perlahan dan pasti, dengan upaya penyesuaian dan percampuran kedua belah
pihak, Bali berhasil menemukan pola budaya yang sesuai dengan pola pikir
masyarakat dan keadaan alam Bali. Model penyesuaian ini kiranya yang kemudian
membentuk masyarakat dan budaya Bali yang diwarisi kini menjadi unik dan khas,
menyerap unsur Hindu dan Jawa Majapahit namun kental dengan warna lokal. Pola
perkembangan budaya Bali di masa-masa berikutnya, jaman penjajahan dan jaman
kemerdekaan, secara alamiah mengikuti alur yang sama yaitu menerima pengaruh
luar yang lebur ke dalam warna budaya lokal.Sejarah
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Bahasa Bali
Bahasa Bali adalah wahana budaya vocal masyarakat Bali, bahasa perolehan
pertama (bahasa ibu) masyarakat Bali. Bahasa itu juga salah satu unsur budaya
nasional bangsa Indonesia. Bagi rakyat Bali selain berfungsi sebagai alat
komunikasi vocal, juga berfungsi sebagai penunjuk identitas rakyat Bali.
Penutur bahasa Bali adalah masyarakat Bali dengan perkiraan jumlah tiga juta
orang. Mereka berdiam terutama di wilayah Provinsi Bali. Di bebrapa wilayah
Indonesia di luar Provinsi Bali, penutur bahasa Bali terdapat pula di Lombok
Barat, di beberapa tempat transmigran orang Bali di pulau Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi, Sumbawam dan Timor Timur. Penutur bahasa Bali umumnya penganut agama
Hindu seperti yang dianut oleh masyarakat penutur bahasa Bali di wilayah Bali
pada umumnya.
Bahasa Bali sangat menarik sejumlah peneliti, baik peneliti asing, maupun
peneliti bangsa Indonesia. Peneliti bangsa Indonesia terutama peneliti penutur
bahasa Bali yang umumnya berdomisili di Bali.
·
Struktur Bahasa Bali
Struktur
bahasa Bali yang menyangkut system fonologi, morfologi, dan sintakis sudah
banyak diteliti oleh peneliti-peneliti, baik peneliti asing maupun peneliti
bangsa Indonesia.
Bali berasal dari kata “Bal” dalam
bahasa Sansekerta berarti “kekuatan”,dan “Bali” berarti “Pengorbanan” yang
berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita,supaya kita selalu siap untuk
berkorban.
Bahasa Bali adalah sebuah bahasa
Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak.
Bahasa ini terutama dipertuturkan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan
sedikit di ujung timur pulau jawa. Di Bali sendiri Bahasa Bali memiliki
tingkatan penggunaannya,misalkan ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya, dan
Bali Kasar. Yang halus dipergunakan untuk bertutur formal misalnya dalam
pertemuan di tingkat Desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta
rendah dengan berkasta lebih tinggi. Yang madya dipergunakan di tingkat
masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar
dipergunakan bertutur ole orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara
bangsawan dengan abdi dalemnya. Di Lombok bahasa Bali terutama dipertuturkan di
sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama
dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten Banyuwangi. Selain itu bahasa
Osing, sebuah dialek Jawa khas Banyuwangi juga menyerap banyak kata-kata Bali,
Misalkan sebagai contoh kata osing yang berarti “tidak” diambil dari
bahasa Bali tusing, Bahasa Bali dipertuturkan oleh kurang lebih 4 juta
jiwa.
·
Fungsi Bahasa Bali
Fungsi
bahasa Bali – seperti halnya fungsi-fungsi bahasa daerah yang dirumuskan dalam
polotik bahasa nasional (Halim (edit.) 1976 : 146 ) – adalah lambing kebanggaan
daerah Bali, identitas daerah Bali, pendukung bahasa nasional Indonesia, alat
penghubung dalam keluarga etnik Bali, bahasa pengantar di sekolah-sekolah dalam
kelas tertentu, dan juga alat pengembangan kebudayaan Bali. Bahasa Bali sebagai
pendukung bahada nasional Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kosa kata
bahasa Indonesia.
Seperti telah
disebutkan di atas, bahwa Agama Hindu masuk ke Bali pada mulanya melalui media
bahasa Sanskerta kemudian sejak pemerintahan Mahendradattagunapriyadharmapatni
(permaisuri raja Dharmodayana Varmedeva), maka bahasa Jawa Kuno menggantikan
media berbagai susastra Hindu dan hal ini tampak pengaruhnya terhadap bahasa
Bali dewasa ini. Dalam mantra stuti masih menggunakan bahasa Sanskerta4.
2.2
Sistem pengetahuan.
Melalui media bahasa
Sanskerta dan Jawa Kuno masyarakat Bali memiliki berbagai sistem pengetahuan yang
bersumber dari Agama Hindu dan budaya India, antara lain sistem pengobatan
(ausadha), pembangunan rumah (hastakosalakosali dan hastabhumi) dan lain-lain.
Banjar
atau bisa disebut sebagai desa adalah suatu bentuk kesatuan-kesatuan social
yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan social tersebut diperkuat oleh
kesatuan adat dan upacara keagamaan. Banjar dikepalahi oleh klian banjar yang
bertugas sebagai menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dan
keagamaan,tetapi sering kali juga harus memecahkan soal-soal yang mencakup
hukum adat tanah, dan hal-hal yang sifatnya administrasi pemerintahan.
2.3
Organisasi sosial.
Pada prasasti-prasasti Bali Kuno sebelumnya
disebut adanya sistem pemerintahan serta adanya lembaga kerajaan yang disebut
panglapuan, paramaksa, samohanda, dan senapati di panglapuan. Sejak tahun 1001
Masehi, lembaga tersebut dinamakan pakira-kira i jero makabehan yang anggotanya
terdiri dari para senapati (panglima perang) dan para pandita Siva dan Buddha
(Ardana, 1982:31), demikian pula sistem pemerintahan di pedesaan seperti adanya
karaman, thani, dan dalam perkembangan selanjutnya di Bali dikenal adanya tipe
desa kuno dengan sistem pemerintahnan Mauluapad dan sistem pemerintahan yang
dipimpin oleh raja atau para Punggawa.
a.
Perkawinan
Rangkaian
tahapan pernikahan adat Bali adalah sebagai berikut :
Ø Upacara
Ngekeb
Acara
ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja
menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga memohon doa restu kepada Tuhan Yang
Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta
nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang baik.
Setelah
itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang
terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah
dihaluskan. Di pekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk
keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk
keramas.
Sesudah
acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat Bali akan dilanjutkan dengan
upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan
sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak
diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput.
Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai
dari ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning
tipis. Hal ini sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur
masa lalunya sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru
bersama pasangan hidupnya.
Ø Mungkah
Lawang (Buka Pintu)
Seorang
utusan mungkah lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin wanita
berada sebanyak tiga kali sambil di iringi oleh seorang malat yang
menyanyikan tembang bali. Isi tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan
jika pengantin pria telah datang menjemput pengantin wanita dan memohon agar
segera dibukakan pintu.
Ø Upacara
Mesegehagung
Sesampainya
kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria,keduanya turun dari tandu
untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna
sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita. Kemudian keduanya
ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki
kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang
menutupi tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng
satakan yang ditusuk dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus
kepeng.
Ø Madengen-dengen
Upacara
ini bertujuan untuk membersihkan diri atau mensucikan kedua pengantin dari
energy negative dalam diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku
adat atau Balian.
Ø Mewidhi
Widana
Dengan
memakai baju kebesaran pengantin, mereka melaksanakan upacara Mewidhi Widana
yang dipimpin oleh seorang Sulingguh atau Ida Peranda. Acara ini merupakan
penyempurnaan pernikahan adat bali untuk meningkatkan pembersihan diri
pengantin yang telah dilakukan pada acara-acara sebelumnya. Selanjutnya,
keduanya menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa mohon izin
dan restu Yang Kuasa. Acara ini dipimpin oleh seorang pemangku merajan.
Ø Mejauman
Ngabe Tipat Bantal
Beberapa
hari setelah pengantin resmi menjadi pasagan suami istri, maka pada hari yang
telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin
pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara mejamuan.
Acara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak
keluarga pengantin wanita,terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu
pengantin wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara
pamitan ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan
yang berisi berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem,
cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih,
pinang,bermacam buah-buahan serta lauk pauk khas Bali.
2.4
Sistem peralatan hidup.
Di samping sistem yang
peralatan hidup yang merupakan produk asli Bali, sejak zaman prasejarah sudah
pula memakai peralatan yang berasal dari luar, misalnya dapat dilihat dari
tinggalan gerabah Arikamedu dari India Selatan yang rupanya sudah berlangsung
sejak awal abad Masehi.
DiBali terdapat sekitar 1.482 subak
dan subak abian sekitar 698. Subakmerupakan salah satu lembaga tradisional yang
merupakan satu kesatuan parapemilik atau penggarap sawah yang menerima air
irigasi dari satu sumber airatau bendungan tertentu. Subak adalahsatu kesatuan ekonomi,
sosial dankeagamaan. Jenis kendaraan umum di Bali antara lain:Dokar, kendaraan
dengan menggunakan kuda sebagai penarikOjek, taksi sepeda motorBemo, melayani
dalam dan antarkotaTaksiKomotra, bus yang melayani perjalanan ke kawasan pantai
Kuta dan sekitarnyaBus, melayani hubungan antarkota, pedesaan, dan
antarprovinsi
a). Perkawinan
Penarikan garis keturunan dalam masyarakat Bali adalah mengarah
pada patrilineal. System kasta sangat mempengaruhi proses berlangsungnya suatu
perkawinan, karena seorang wanita yang kastanya lebih tinggi kawin dengan pria
yang kastanya lebih rendah tidak dibenarkan karena terjadi suatu penyimpangan,
yaitu akan membuat malu keluarga dan menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak
wanita.
Di beberapa daerah Bali ( tidak semua daerah ), berlaku pula adat
penyerahan mas kawin ( petuku luh), tetapi sekarang ini terutama diantara
keluarga orang-orang terpelajar, sudah menghilang.
b). Kekerabatan
Adat menetap diBali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan
kekerabatan dalam suatu masyarakat. Ada macam 2 adat menetap yang sering
berlaku diBali yaitu adat virilokal adalah adat yang membenarkan pengantin baru
menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat suami,dan adat neolokal adalah
adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri ditempat kediaman yang
baru. Di Bali ada 3 kelompok klen utama (triwangsa) yaitu: Brahmana sebagai
pemimpin upacara, Ksatria yaitu : kelompok-klompok khusus seperti arya
Kepakisan dan Jaba yaitu sebagai pemimpin keagamaan.
c). Kemasyarakatan
Desa, suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada
2 pengertian yaitu : desa adat dan desa dinas (administratif). Keduanya
merupakan suatu kesatuan wilayah dalam hubungannya dengan keagamaan atau pun
adat istiadat, sedangkan desa dinas adalah kesatuan admistratif. Kegiatan desa
adat terpusat pada bidang upacara adat dan keagamaan, sedangkan desa dinas
terpusat pada bidang administrasi, pemerintahan dan pembangunan.
2.5
Sistem mata pencaharian.
Pada masa prasejarah
hingga dewasa ini rupanya pertanian yang kemudian berkembang dalam arti luas
termasuk perkebunan walaupun merupakan hal yang sangat universal, pengaruh
Agama Hindu tampak dari semua sistem pencaharian itu dikaitkan dengan Agama
Hindu, artinya dalam memenuhi kebutuhan hidup senantiasa dikaitkan dengan
pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini tampak hingga dewasa ini sistem
pengairan yang sangat terkenal yakni Subak selalu dikaitkan dengan Agama Hindu,
misalnya disetiap mata air dan di tempat pembagian air dibangun pura Ulunsui,
Bedugul, dan sebagainya.
Mata pencarian penduduk beraneka ragam yang
meliputipekerjaan sebagai petani, pengerajin, pedagang dan berbagai
jasakhususnya bidang kepariwisataan. Pertanian merupakan matapencarian pokok
masyarakat dan sebagian besar masyarakat baliadalah petani. Jenis pertanian
meliputi pertanian sawah danperkebunan. Didalam system pertanian di bali subak
memegangperanan yang sangat penting.
2.6
Sistem Religi.
Sebagian besar masyarakat di Bali
menganut agama Hindu yang memiliki kerangka dasar meliputi tiga hal yaitu tatwa
(filsafat), tata susila, dan upacara. Agama hindu berdasarkan pada kitab suci
Wedha, yang keseluruhannya dihimpun dalam empat samhita, yaitu Reg Wedha
Samhita, Sama Wedha Samhita, Yayur Wedha Samhita, dan Atharwa Wedha Samhita.
Pada hakikatnya ajaran agama hindu adalah panca cradha yang artinya lima
keyakinan , yaitu:
a. Widi Cradha adalah keyakinan terhadap Sang
Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa.
b. Atma Cradha adalah keyakinan akan adanya atman
atau jiwa pada setiap makhluk.
c. Karma Phala Cradha adalah keyakinan terhadap hukum
perbuatan.
d. Purnabhawa Cradha adalah keyakinan terhadap adanya
reinkarnasi atau kelahiran kembali setelah kematian.
e. Moksa Cradha adalah keyakinan terhadap moksa
yaitu kebahagiaan yang kekal abadi.
Ketika Agama Hindu masuk ke Bali, masyarakat
Bali saat itu telah menganut kepercayaan kepada roh suci leluhur, adanya
penguasa alam, dan gunung-gunung yang dianggap suci. Agama Hindu yang memiliki
keyakinan (Sraddha) yang sama dengan kepercayaan setempat, yakni Pitrapuja
(pemujaan kepada roh suci leluhur) mudah saja diterima oleh masyarakat Bali
saat itu. Dan hal tersebut berlangsung hingga saat ini. Kedatangan Agama Hindu
ke Bali tidak mengubah kepercayaan setempat tetapi memberikan pencerahan dengan
lebih mengembangkan kepercayaan setempat.
Pemujaan kepada
penguasa tertinggi masyarakat Terunyan yakni Da Tonta berupa arca batu
megalitik, dipermulia dengan menempatkan kata Bhattara pada nama sebelumnya dan
kemudian disemayamkan pada bangunan Meru. Hal ini dapat diketahui antara lain
dari prasasti Terunyan yang berasal dari 818 Saka (896 M), isinya tentang
pemberian ijin kepada nanyakan pradhana dan bhiksu agar membangun sebuah
kuil untuk Hyang Api di desa Banua Bharu. Prasasti lainnya berasal dari tahun
813 Saka (891 M) isinya tentang pemberian ijin kepada penduduk desa Turuñan
untuk membangun kuil bagi Bhatara Da Tonta. Oleh karena itu mereka dibebaskan
dari beberapa jenis pajak, tetapi mereka ini dikenakan sumbangan untuk kuil
tadi. Beberapa jenis pajak harus dibayar setiap bulan Caitra dan Magha, pada
hari kesembilan (mahanavami). Bila ada utusan raja datang menyembah
(sembahyang) pada bulan Asuji, mereka harus diberi makanan dan sebagainya
(Sartono, 1976:136). Dalam prasasti itu juga menyebutkan haywahaywan di magha
mahanavami (Goris, 1954:56). Dalam bahasa Bali dewasa ini kata mahaywahaywa
(dari kata mahayu-hayu) berarti merayakan. Haywahaywan di magha mahanavami
berarti perayaan Magha Mahanavami. Di India Mahanavami identik dengan Dasara
yakni hari pemujaan ditujukan kepada para leluhur (Dubois, 1981:569). Swami
Sivananda (1991:8)
mengidentikkan
Dasara dengan Durgapuja yang dirayakan dua kali setahun, yakni Ramanavaratri
atau Ramanavami pada bulan Caitra, dan Durganavaratri atau Durganavami pada
bulan Asuji (September-Oktober). Perayaan ini disebut juga Wijaya Dasami atau
Sraddha Wijaya Dasami (hari pemujaan kepada leluhur dan perayaan kemenangan
selama sepuluh hari). Hari raya ini di Bali (dirayakan dua kali dalam setahun)
dikenal dengan nama Galungan yang hakekatnya adalah Durgapuja atau Sraddha
Vijaya Dasami (hari pemujaan kepada leluhur dan perayaan kemenangan selama
sepuluh hari) yang dirayakan secara besar-besaran sejak Gunapriyadharmapatni
di-dharma-kan sebagai Durgamahisasuramardhini di pura Kedharma Kutri,
Blahbatuh, Gianyar5.Beberapa hari raya Hindu di India dipribhumikan ke dalam
bahasa lokal antara lain Ayudhapuja di Bali disebut Tumpek Landep, Pasupatipuja
disebut Tumpek Uye, dan Sankarapuja disebut Tumpek Pengarah. Yatra disebut
Melis, Makiyis, atau Melasti dan beberapa persembahan seperti puja disebut
daksina, jajan dari beras berlobang di India selatan disebut Kalimaniarem, di
Bali disebut Kaliadrem6 dan sebagainya. Karena adanya persamaan dalam keyakinan
dengan religi prasejarah, maka masyarakat Bali saat itu tidak kesulitan dalam
memeluk Agama Hindu yang ajarannya telah terdokumentasi dalam bentuk tulisan
atau dibawa oleh para pandita.
2.
7 Sistem Kesenian.
Sistem ini (kesenian Bali) walaupun tidak bisa
dirunut asalnya secara pasti namun adanya pertunjukkan wayang kulit yang oleh
Brandes disebut sebagai kesenian asli Indonesia, di India selatan kita jumpai
seni yang disebut Kathakali yang mirip dengan wayang kulit yang dipentaskan
baik malam maupun siang hari (seperti wayang lemah), demikian pula pementasan
cerita Ramayana, dan Bhimakumara seperti disebutkan dalam prasasti Jaha di Jawa
Tengah bersumber kepada Ramayana dan Mahabharata yang di India disebut Ramalila
dan Mahabharatalila atau Krishnalila. Beberapa tari lepas di Bali tampak
seperti Bharatnatyam di India. Dalam seni arsitektur, struktur bangunan yang
disebut Meru dapat dijumpai di Nepal dan di India utara7.
1) Seni Bangunan
Seni
bangunan nampak pada bangunan candi yang banyak terdapat di Bali, seperti
Gapura Candi Bentar.
2) Seni
Tari
Tari
tradisional Bali antara lain tari sanghyang, tari barong, tari kecak, dan tari
gambuh. Tari modern antara lain tari tenun, tari nelayan, tari legong, dan tari
janger.
Gambar
2. Rahwana dalam tarian kecak epos Ramayana menculik Sita dengan berubah
wujud menjadi seorang kakek tua. (Foto : detik.com)
|
3)
Pakaian daerah
Pakaian daerah Bali sangat bervariasi, meskipun bentuknya
hampir sama. Masing-masing daerah memiliki ciri khas simbolik dan ornamen yang
didasarkan kepada kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status
sosial dari seseorang juga dapat diketahui berdasarkan corakbusana dan ornamen
perhiasan yang dipakai
Busana tradisional pria umumnya
terdiri dari:
a. Udeng
(ikat kepala)
b. Kain
kampuh
c. Umpal
(selendang pengikat)
d. Kain
wastra (kemben)
e. Sabuk
f. Keris
g. Beragam
ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan baju kemeja,
jas dan alas kaki sebagai pelengkap.
Busana tradisional wanita umumnya
terdiri dari:
a. Gelung
(sanggul)
b. Sesenteng
(kemben songket)
c. Kain
wastra
d. Sabuk
prada (stagen), membelit pinggul dan dada
e. Selendang
songket bahu ke bawah
f. Kain
tapih atau sinjang, di sebelah dalam
g. Beragam
ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan kebaya, kain
penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.
4) Rumah Adat
Rumah
Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali
(bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya
Feng Shui dalam Budaya China)
Menurut
filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila
terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan
parahyangan. Untuk itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek
tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana. Pawongan
merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik
antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada
umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi
hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut
mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan
penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga
berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.
BAB
III
KESIMPULAN
Seperti Indonesia yang memiliki berbagai macam keragaman
bahasa dari berbagai daerah. Begitupun Pulau Bali yang mmiliki keragaman budaya
yang dimilikinya. Kebudayaan itu adalah system nilai dan ide vital yang dianut
oleh suatu kelompok bangsa di dalam kurun waktu tertentu. Bertolak dari
pengertian tersebut dapat dipastikan bahwa kebudayaan itu tidak statis serta
mempunyai perbedaan nilai antara yang satu dengan yang lainnya. Demikian pula
nilai seni dari suatu daerah akan berbeda dengan daerah lainnya. Terbukti
didalam perkembangan sejarahnya bahwa beberapa seni Bali dapat bertahan sampai
berabad-abad . ini merupakan suatu pertanda bahwa nilai luhur yang terkandung
dalam seni tersebut sudah lestari, dlihat dari segi artistic, estetik,
maupun etiknya. Karena dari itu setiap kebudayaan-kebudayaan yang ada patut
dilestarikan agar selalu dikenal dan menjadi jati diri dari setiap
daerah/kepulauan.
sumbernya kok tidak dicantumkan
BalasHapusUntuk yang lagi galau, yang lagi bosan tidak tahu mau ngapain,
BalasHapustenang,,sekarang ada yang akan menghibur kalian sekaligus
mengisi hari-hari kalian dengan games" online yang pastinya tidak akan
mengecewakan kalian deh...
yuk ikutan gabung bersama Pesonasaya.com
Dapatkan Bonus Rollingan TO Sebesar 0,3 - 0.5% / Hari
Bonus Referral Sebesar 20% Seumur Hidup
* Minimal deposit hanya Rp 20.000
* Minimal tarik dana Rp 20.000
* Dilayani oleh CS profesional dan ramah
* 24 jam online
* Proses Depo & WD super cepat
* No ROBOT MURNI PLAYER VS PLAYER
* kamu berkesempatan menangkan Jackpot setiap harinya.
Info lebih lanjut silahkan hubungi CS 24 Online Setiap hari melalui :
* PIN BBM : 7A996166
* WA : +85511817618
Salam Sukses Pesonaqq.com
Di bali ada cewe lonte ?
BalasHapus