terkadang apa yang selama ini kita pikir tentang diri kita
tidak selamanya fakta. Dan butuh
waktu untuk menerima semua hal itu.
Kalah dengan
pikiran yang menyatakan saya rendah hati dalam bergaul, tapi nyatanya sombong, walau
hanya diutarakan dalam hati. Meremehkan ini-itu, seolah semua dapat berjalan
dengan baik jika saya tangani sendiri. Bertutur sopan-santun, memamerkan
perilaku bak bangsawan, namun dirumah mengutuk diri sendiri, gelisah dengan
ketidaknyamanan yang tidak kunjung ketemu penyebabnya, Merasa enteng menasehati
teman yang memiliki hidup amburadul dan menggampangkan nasib mereka kedepan
seolah kita penjamin dan pencerah masa depannya.
bersikap baik kepada orang lain, lalu berharap orang
tersebut akan dengan mudah mengerti hidup kita, mengerti keadaan kita, dan memaklumi
sifat dan perilaku kita. Hal ini justru tidak membawa saya pada kepuasan batin.
Sungguh harapan ini bahkan penulis dongeng sekalipun tidak akan dengan mudah
membuat alur cerita seperti itu hanya karena PERBUATAN BAIK. Sungguh kekalahan
ini memilukan hati, keseringan menertawakan kekonyolan orang lain, tapi justru
kini pilu sekali menertawakan diri sendiri.
Terus hidup seperti apa yang sebaiknya diharapkan? Pikiran terlalu
serakah untuk berharap semua dapat berjalan sesuai keinginan dengan HANYA
BERSIKAP BAIK. Saya terlambat menyadari hal ini, yang kupikir semua orang akan melakukan
hal yang sama sesuai pikiran (khayalan) saya.
namun hidup berkecukupan saja belum cukup untuk dapat hidup di
dunia yang terlampau jahat ini dan terlambat kita sadari. berhari-hari merenung,
berdiam diri, mendengar konflik antara logika dan perasaan, antara kenyataan
dan harapan. Proses mencapai ideal diri begitu sulit, tak jarang kemunafikan
muncul seperti kenyataan, tak terdeteksi, lalu menyenangkan. Berpura-pura
seolah kita telah menjadi manusia ideal seperti yang kita harapkan, senang
mendapat pujian dan sanjungan, tapi gelisah tanpa sebab sepanjang malam.
Hal inilah yang justru saya rasa menemukan orang yang
sepemahaman sungguh begitu sulit. Terlalu mengkhawatirkan hal-hal yang saya
takutkan tidak tercapai, namun untuk mencobapun saya belum berani. Bersikap seolah
tegas dengan diri sendiri, nyatanya membohongi perasaan sendiri. Kemudian menyalahkan
perasaan orang lain dengan omong kosong yang saya lebih-lebihkan
Semua orang ingin menjadi baik, ingin masuk surga, bahagia
bersama keluarga, dan hidup tenang. Tapi persepsi orang dengan cara menjadi
baik berbeda, cara masuk surga berbeda, dan cara hidup tenang juga berbeda. Hal
ini secara tidak sadar membawa saya kepada kemunafikan yang sulit saya terima. Ternyata
terlalu memikirkan persepsi orang lain justru membawa saya jauh dari diri sendiri,
persepsi orang lain memang perlu kita pertimbangkan, bukan diaplikasikan dalam
hidup kita.
Karena untuk menang, kita harus belajar menerima kekalahan...
0 komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada. Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.