Media
massa dijadikan sebagai barometer kemajuan masyarakat modern. Media audio
visual TV adalah salah-satu media massa
yang paling mudah dan paling banyak diakses oleh masyarakat. Secara umum TV
merupakan salah-satu media massa yang mendapatkan tempat di hati masyarakat
Indonesia. Berdasarkan data statistic indicator social budaya tahun 2009,
persentase penduduk diatas 10 (sepuluh) tahun yang menonton TV mencapai 90,27%
(www.bps.go.id).
Jumlah pemirsa TV di Indonesia bertambah hampir 300 ribu
orang pada 2010 menjadi 6.299.000 orang dari 6.500.000 orang. Kenaikan ini
disebabkan Karena jumlah masyarakat yang mendapat akses menonton TV semakin
banyak dan semakin murahnya harga pesawat TV. Demikian hasil monitoring TV
audience Measurement di 10 kota besar (Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung,
Makassar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar dan Banjarmasin) terhadap penonton
usia 5 tahun ke atas (http://smw.co.id/2011/02/apa-yang-masyarakat-indonesia-tonton-di-2010/
)
Banyak ahli komunikasi yang menyatakan bahwa saat ini kita
hidup dalam apa yang dinamakan masyarakat komunikasi massa. Apa yang dimaksud
dengan masyarakat komunikasi massa? Secara sederhana, masyarakat komunikasi
massa adalah satu masyarakat yang kehidupan kesehariannya tidak bisa dilepaskan
dari media massa, mencari informasi mutakhir, mencari referensi untuk
pendidikan, hiburan, bahkan jodohpun melalui media massa. (Iriantara, 2007).
Referensi perkuliahan, hubungan social, relasi, bisnis,
kondisi cuaca, informasi saham, berita mancanegara, Bahkan jodoh, semua dengan
mudah dapat diakses melalui media. Media Massa memiliki empat fungsi praktis,
yakni fungsi informative, edukatif, hiburan dan control social.
Namun bagaimana peran media itu sendiri melihat kebutuhan
masyarakat akan informasi? Seiring berjalannya waktu peran yang dimainkan dari
waktu ke waktu oleh media semakin berubah, yang awalnya pragmatis karena
orientasinya uang, menjadi bagaimana uang dapat dipertahankan dengan cara
apapun.
Pemilik
stasiun TV memiliki media cetak, pemilik radio memiliki media online adalah
fenomena yang lumrah saat ini, Konvergensi media jelas lebih menguntungkan
karena dapat mengembangakan dan mengoptimalkan satu berita dalam berbagai
platform. Jadi satu berita dapat masuk dalam media cetak, kemudian di posting
ke media online setelah itu disiarkan ke media eletronik Istilahnya sekali
mendayung, dua tiga pulau terlampaui.
Lain
hal dengan aspek konglomerasi media, sudah menjadi rahasia umum jika saat ini
kebanyakan media ditunggangi oleh kepentingan pihak tertentu, entah ekonomi
ataupun politik bahkan untuk melancarkan kepentingan pribadi atau golongan.
Sehingga berita yang disampaikan menjadi tidak berimbang. Hal inilah yang
menyebabkan pemberitaan saat ini tidak berdasar kepada fungsi media.
Beberapa media besar di Indonesia
bahkan dimiliki oleh tokoh politik besar yang saat Pemilu 2014 dijadikan
sebagai ajang Kampanye besar-besaran antara media “Terdepan Mengabarkan” atau
“Knowledge to Elevate”. Kemudian mensetting sebuah agenda agar mindset
masyarakat dapat terbentuk sesuai dengan yang mereka harapkan.disinilah
idealisme pemilik media dipertanyakan?
Perkembangan Media massa sangat pesat, Pemilik media
seharusnya paham, bagaimana masyarakat masa kini sangat bergantung pada
informasi, namun perlu kebijaksanaan dalam penggunaannya bukan hanya alat yang
sekedar dimanfaatkan untuk berjualan ataupun suatu kepentingan.
“media Televisi sebaiknya tidak digunakan untuk kepentingan
pribadi pemilik, televisi merupakan ranah public” Dahlan Iskan dalam kegiatan
Forum Pemred, Kamis (13/6) di Nusa Dua, Bali.
Juni 2013, ratusan Pemimpin Redaksi dari berbagai organisasi
media di Indonesia berkumpul di Nusa Dua Bali, menggelar pertemuan yang
ternyata tidak hanya dihadiri oleh pemimpin redaksi saja, turut hadir
tokoh-tokoh penting seperti sejumlah menteri, pemilik media dan politisi dari
beberapa partai. Diantaranya adalah menteri menko perekonomian Hatta Rajasa,
menteri pekerjaan umum, djoko Kirmanto, Menteri BUMN, Dahlan iskan, Gubernur
Bank Indonesia, Agus Martowardojo dan dirut Pertamina Karen Agustiawan
Pertemuan ini kemudian menuai kontroversi di media social,
hal ini dinilai sarat akan spekulasi politik, bahwa adanya upaya untuk
menggunakan forum pemred untuk memperjuangkan kepentingan politik tertentu.
Masyarakat dibuat pesimis oleh independensi organisasi wartawan tersebut.
AJI sebagai salah-satu organisasi wartawan di Indonesia
menyampaikan bahwa ada tiga hal pokok yang perlu di perhatikan oleh forum
pemred dalam hal ini, adalah
1.
Sesuai dengan peraturan dewan pers
tentang organisasi wartawan. Iantaranya poin 8 yakni, organisasi wartawan
memiliki program kerja dibidang peningkatan profesionalisme pers.
2.
AJI sebagai salah-satu organisasi
wartawan, menyerukan anggotanya agar tidak mengikuti keputusan apapun dari
forum pemred tersebut, terutama jika bertentangan dengan prinsip independensi,
profesionalisme dan etika jurnlaistik.
3.
AJI menyerukan pemred yang hadir di
Bali, hendaknya membahas secara serius kesejahteraan wartawan. Independensi
redaksi di depan penguasa dan pengusaha, dan bagaimana kode etik jurnalistik
menjadi muruah pers Indonesia. Serta upaya serius mengehntikan aksi-aksi
kekerasan terhadap jurnalis di seluruh di seluruh Indonesia.
Ungkap
ketua AJI, Eko Maryadi dalam keterangannya, kamis 13 juni 2013 vivanews.com
Ditengah
persaingan ketat antar masing-masing media, kerap hal yang dikedepankan adalah
kepentingan bisnis semata. Dalam hal ini forum pemred harus membuktikan bahwa
forum ini benar-benar sepenuhnya dibuat untuk kontribusi kepada rakyat. Dan
benar-benar menjaga independensi news roomnya.
Aspek
lain yang menjadi perhatian adalah mengenai conten/isi dari media itu sendiri.
Coba kita tengok beberapa contoh media massa begitu gila akan sebuah
pemberitaan dan jelas-jelas tidak mempunyai nilai pendidikan. Sinetron yang
tidak mendidik, acara komedi yang cenderung menyajikan hiburan dengan saling
menjelek-jelekkan satu sama lain.
Contoh kasus Risna, seorang wanita yang ditinggal menikah
oleh sang pacar setelah menjalin hubungan asmara selama tujuh tahun begitu
ramai diperbincangkan di media berhari-hari, khususnya media social. Masyarakat
awam kemudian merasa empati, melihat hal tersebut infotaiment kemudian
mendramatisir pemberitaan mengenai “Risna”. Tak tanggung-tanggung media
menyoroti risna sampai tempat magang risna di pulau Sembilan yang katanya
sebgaia tempat untuk menenangkan diri.
Beberapa
Remaja kemudian mengupload beberapa foto saat risna memeluk mempelai pria dan
menambahkan tulisan “setidaknya diriku pernah berjuang”. Hal ini kemudian
dipandang sebagai bentuk pemberontakan diam-diam sejumlah orang yang muak
dengan dramatisasi berlarut-larut mengenai pemberitaan Risna. Hal ini kemudian
dikategorikan sebagai junk food news (peter Philips) dimana suatu berita
diekspose secara berlebihan (over exposed)
Beberapa
aspek diatas merupakan bukti nyata bahwa media massa telah keluar dari jalur
idealismenya. Idealism seolah dapat dibeli dengan materi. Tidak dapat
dibayangkan bagaimana jika masyarakat dijejali dengan segala informasi dan
hiburan yang tidak sesuai dengan idealism media yang ada.
Disinilah peran elite dan pemerintah dipertanayakan.
Indonesia sebenarnya telah memiliki pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam
hal ini, sebut saja KPI dan Kementrian Komnikasi dan Informasi. Mereka
seharusnya dapat lebih tegas dalam menyikapi perilaku media massa saat ini
Media massa tidak selamanya buruk, tergantung bagaimana
kita menyikapi apa yang disampaikan olehnya, Perlu peran pemerintah dan LSM
untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai literasi media. Agar
masyarakat dapat mengontrol dan tidak tertipu oleh media massa.
Literasi media atau yang lebih dikenal dengan
melek media adalah suatu keterampilan yang mestinya diperlukan oleh masyarakat
untuk berinteraksi secara layak dengan media. Konsep ini ditujukan untuk
membuat audience kebal terhadap isi media yang kerap kali terdistorsi oleh
gelora kapitalisme yang tidak masuk akal seperti kepentingan politik “keinginan
pasar dan lain sebagainya” (Hayu, 2009:51).
Bergeraklah,
jangan menunggu media sadar dan mengubah isi tayangannya. Lebih baik jika kita
lebih cepat menangkal apa yang bakal disajikan oleh media.
0 komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada. Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.