Umurnya 7
tahun, duduk di kelas 3 sekolah dasar, rambut sebahu yang ia kenal dengan
sebutan bob tapi sebenarnya lebih mirip rambut segi dengan ujung yang
berantakan, menjadi ciri khasnya karena sejak kecil memang tidak pernah lebih panjang dari sebahu.
Tahun ini ia menggunakan kacamata karena sulit melihat tulisan ibu guru di
papan tulis, warnanya biru, lebih mirip kacamata mainan, selalu turun di ujung
hidungnya yang pendek.
Namanya Andi
Harvianti, di rumah ia dipanggil Vivi, sedang di Sekolah akrab di sapa Harvi.
Terbilang tinggi diantara teman-temanya, tubuhnya kurus dengan kulit gelap,
kukira sedikit lagi akan sama seperti warna kulit kayu jika seharian bermain di
bawah panas terik.
Vivi anak
bungsu di keluaga kami, karakternya yang ceria dan kadang tidak terduga membuat
kami sulit untuk tidak menceritakan tingkah anehnya setiap hari. Kadang ia bisa
dengan mudah menasehati siapa saja, berpura-pura menjadi mamak di rumah, bisa
manja melampaui anak balita, atau sibuk membuat rumah-rumahan sendiri dan
tenggelam dalam imajinasinya.
Sekarang sudah
jam pulang sekolah, biasanya vivi pulang dengan tingkah atau cerita yang
mancam-macam. Hari ini sabtu, vivi menggunakan seragam olahraga, selain karena
jadwal mata pelajaran pendidikan jasmani juga karena senam mingguan di sekolah.
Vivi masuk ke
rumah sambil melantunkan not lagu, duduk di lantai kemudian membuka sepatu dan focus
ke arah televisi, semua dilakukan dengan cepat, seperti baru saja baterainya
diganti.
Sebuah berita
tentang kalijodo menyita perhatiannya. Kepalanya mendongak karena kacamatanya
sedikit turun, terlihat seperti Prof Dumbledor dalam film Harry Potter, menggunakan
kacamata bulat kecil di ujung hidungnya, sehingga kepalanya sedikit mendongak
jika ingin melihat sesuatu dengan jelas.
“baguski anuna
kalijodo, itumi narumbangi”seperti di dunia ini alasan sesuatu dimusnahkan hanya
karena keindahannya, seperti seorang pengamat, dengan lancar mengomentari
berita tentang Kalijodo yang ia sendiri bahkan tidak tahu tempat apa itu.
Membaca
berita-berita yang lewat dengan cepat, seperti sedang memacu cara bacanya.Kemudian
kembali melantunkan not-not lagu yang entah dia tahu dari mana.
Mi Fa Sol Sol
La La solll… Mi Fa Sol Sol La La solll…
Mi Fa Sol Sol
La La solll… Mi Fa Sol Sol La La solll…
Kacamata
birunya masih tetap di posisi yang entah tengah atau ujung hidung.Berjalan
masuk ke kamar sambil menyeret ransel oranye kusam yang penuh dan kelihatan
begitu berat. Lalu ke toilet, suara air yang begitu semberono, air yang tumpah
dan timba yang sesekali menghantam bak mandi sudah menjadi tanda pengenal dirinya
bagi orang rumah.
Berlari dari toilet
ke kamar sementara celana training olahraganya belum tuntas sampai ke pinggang.
***
Ia duduk di
sebuah kursi berukuran satu meter, menyambung kursi yang sama di depannya dan
meletakan piring nasinya. Matanya tetap fokus kearah Telvisi, seperti akan
sangat rugi jika melewatkan sedetikpun semua tayangan siang ini. Namun,
tiba-tiba sebuah pertanyaan aneh ia lontarkan kepada saya.
“Wiwik ada planet
Kubahu?”
Saya menggeleng
bingung, “iya planet kubahu?”ia menegaskan. Tidak mendapatkan jawaban, ia
kembali fokus ke tv. Ini bukan kali pertama ia menyakan hal yang aneh-aneh,
Vivi pernah bertanya bagaimana kalau pakaian sehari-hari orang india (sari) kita
gunakan di rumah? Atau apa artinya
Operasi Besar?
Tempe goreng di
piringnya sekali lagi jatuh dengan ceroboh karena tangganya yang menyuap
makanan sementara matanya tidak pernah lepas dari layat televisi. Seekor kucing
menghampirinya, berharap akan mendapatkan sepotong tempe paling tidak.
“apa? Hah? Apa?
Hah?” sambil memegang potongan tempe dan melihat dengan tatapan mengejek kepada
si kucing, seperti tahu kalau kucing lapar pasti akan makan tempe juga.
kucing dengan
cepat berlalu karena tahu tak akan dapat sepotong tempe pun. Suapan terakhir
menyeret-nyeret sendok disegala sisi piring, mengumpulkan butir-butir nasi yang
tersisa.
Vivi sangat
aktif, ia bisa saja mengerjakan sesuatu pada saat ini dan waktu berikutnya
mengerjakan hal yang sama sekali berbeda, atau paling tidak menyanyikan lagu
yang aneh-aneh.
“Heyyaaayayahoooyaaaaa
ehhhh” melompat kesana kemari dan mengucapkan kata yang tidak jelas lalu
berhenti tiba-tiba untuk menggaruk kepalanya. Berputar-putar seperti ada sebuah
lagu yang ia dengar, lalu dengan buru-buru berganti pakaian.
Hari ini Jumat,
sedang hujan dan bertepatan dengan jam pulang sekolah. Vivi datang dengan
kuyup, memakai jas hujan yang entah milik siapa, seragam pramukanya seperti
memberontak ingin lepas dari pemiliknya, serasa pakaian yang menggantung di
tubuhnya dikenakan sekenanya, tanpa memperhatikan rok yang miring, kos kaki
yang panjang sebelah, sepasang sepatu yang basah, juga baju dalam yang
mengintip di balik kerah baju.
Seakan tahu
akan dihujani pertanyaan ia langsung menjelaskan, tentu dengan wajah cemberut.
“punyanya dinul
ini, becek ki di sekolah” sambil membuka jas hujan kuning.
“kenapa basah
rambutmu, nah pakai jas hujan jeko?” saya bertanya, tapi mungkin karena
kejadian di sekolah yang lebih dulu disampaikan adit kepada mamak tentang
dirinya yang nyaris berkelahi dengan temans sekelas membuat pertanyaan saya
tidak lebih penting daripada penjelasannya kepada mamak saat ini.
Mamak sedang
main game di handphonenya, vivi masuk seperti akan merajuk.
“level berapa
meki mak?”dengan santai, seperti tidak terjadi apa-apa hari ini.
Mamak sedikit
marah, tapi vivi menjelaskan sebisanya, dan berakhir dengan perintah makan
siang yang biasanya jika tidak diperhatikan akan ia lewatkan begitu saja.
Seperti biasa,
makan di depan TV sambil sesekali mengomentari apapun yang ia lihat. Kali ini
tentang Saipul Jamil yang menjadi tersangka dalam kasus pencabulan.
“mana tawwa
buktinya?”seperti pengamat atau mungkin pengacara, dengan pasti berkomentar
atau lebih tepat membela saipul jamil, lalu kembali fokus dengan makanannya
juga dengan ketenangan khas yang menggoda kita untuk sedikit jail padanya.
Lalu hari
berikutnya datang dengan heboh, kali ini menyanyikan sebuah lagu yang terdengar
seperti bahasa Thailand.
“Weik situ
badi…weik situ badi” membuka sepatu dengan cepat, lalu berjalan sambil memukul
meja setrika yang ia lalui seperti sebuah gendang.
“laguna anak
bunggos itu” katanya dengan tekanan seperti tidak ada hal yang saya ketahui di
dunia ini.
Lalu Dengan ekspresi
sedikit kaget tapi kukira lebih terlihat sedang ingin menakut-nakuti,
menjelaskan sebuah kejadian yang menurutnya menarik di sekolah kepadaku.
“weh ada toh
temanku bawa uang 50 ribu baru toh hilangi uangna baru na dapatki temanku
(temannya yang lain), baru na bawaki ke ibu guru, terus itu temanku (yang bawa uang
50 ribu) dipanggilmi ke ruangan kepala sekolah, sebenarnya toh mauka na traktir
3 orangka sama siti, tapi disitami uangna bela” bercerita seperti baru saja
melihat hal aneh.
Lalu tiba-tiba
membahas hal lain.
“Wiwik ada kuhapal
anuna bunggos, mauko liat?” Bunggos adalah tim pramuka di sekolahnya, sambil
memeragakan kode morse huruf A hingga G. Meskipun ia bukan bagian dari anggota
tim Bunggos, jika sedang latihan Vivi pasti pulang dengan hal-hal baru yang ia
tiru saat memperhatikan tim bunggos latihan.
Setelah berganti
pakaian, Vivi lalu beranjak keluar rumah untuk bermain. Cerita hari ini tentang
dirinya cukup sampai di sini.
0 komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada. Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.