Selasa, 05 April 2016

Vivi

0



Umurnya 7 tahun, duduk di kelas 3 sekolah dasar, rambut sebahu yang ia kenal dengan sebutan bob tapi sebenarnya lebih mirip rambut segi dengan ujung yang berantakan, menjadi ciri khasnya karena sejak kecil  memang tidak pernah lebih panjang dari sebahu. Tahun ini ia menggunakan kacamata karena sulit melihat tulisan ibu guru di papan tulis, warnanya biru, lebih mirip kacamata mainan, selalu turun di ujung hidungnya yang pendek.


Namanya Andi Harvianti, di rumah ia dipanggil Vivi, sedang di Sekolah akrab di sapa Harvi. Terbilang tinggi diantara teman-temanya, tubuhnya kurus dengan kulit gelap, kukira sedikit lagi akan sama seperti warna kulit kayu jika seharian bermain di bawah panas terik.

Vivi anak bungsu di keluaga kami, karakternya yang ceria dan kadang tidak terduga membuat kami sulit untuk tidak menceritakan tingkah anehnya setiap hari. Kadang ia bisa dengan mudah menasehati siapa saja, berpura-pura menjadi mamak di rumah, bisa manja melampaui anak balita, atau sibuk membuat rumah-rumahan sendiri dan tenggelam dalam imajinasinya.

Sekarang sudah jam pulang sekolah, biasanya vivi pulang dengan tingkah atau cerita yang mancam-macam. Hari ini sabtu, vivi menggunakan seragam olahraga, selain karena jadwal mata pelajaran pendidikan jasmani juga karena senam mingguan di sekolah.

Vivi masuk ke rumah sambil melantunkan not lagu, duduk di lantai kemudian membuka sepatu dan focus ke arah televisi, semua dilakukan dengan cepat, seperti baru saja baterainya diganti.

Sebuah berita tentang kalijodo menyita perhatiannya. Kepalanya mendongak karena kacamatanya sedikit turun, terlihat seperti Prof Dumbledor dalam film Harry Potter, menggunakan kacamata bulat kecil di ujung hidungnya, sehingga kepalanya sedikit mendongak jika ingin melihat sesuatu dengan jelas. 

“baguski anuna kalijodo, itumi narumbangi”seperti di dunia ini alasan sesuatu dimusnahkan hanya karena keindahannya, seperti seorang pengamat, dengan lancar mengomentari berita tentang Kalijodo yang ia sendiri bahkan tidak tahu tempat apa itu.

Membaca berita-berita yang lewat dengan cepat, seperti sedang memacu cara bacanya.Kemudian kembali melantunkan not-not lagu yang entah dia tahu dari mana.

Mi Fa Sol Sol La La solll… Mi Fa Sol Sol La La solll…
Mi Fa Sol Sol La La solll… Mi Fa Sol Sol La La solll…

Kacamata birunya masih tetap di posisi yang entah tengah atau ujung hidung.Berjalan masuk ke kamar sambil menyeret ransel oranye kusam yang penuh dan kelihatan begitu berat. Lalu ke toilet, suara air yang begitu semberono, air yang tumpah dan timba yang sesekali menghantam bak mandi sudah menjadi tanda pengenal dirinya bagi orang rumah. 

Berlari dari toilet ke kamar sementara celana training olahraganya belum tuntas sampai ke pinggang.

***
Ia duduk di sebuah kursi berukuran satu meter, menyambung kursi yang sama di depannya dan meletakan piring nasinya. Matanya tetap fokus kearah Telvisi, seperti akan sangat rugi jika melewatkan sedetikpun semua tayangan siang ini. Namun, tiba-tiba sebuah pertanyaan aneh ia lontarkan kepada saya.

“Wiwik ada planet Kubahu?”

Saya menggeleng bingung, “iya planet kubahu?”ia menegaskan. Tidak mendapatkan jawaban, ia kembali fokus ke tv. Ini bukan kali pertama ia menyakan hal yang aneh-aneh, Vivi pernah bertanya bagaimana kalau pakaian sehari-hari orang india (sari) kita gunakan di rumah? Atau  apa artinya Operasi Besar?

Tempe goreng di piringnya sekali lagi jatuh dengan ceroboh karena tangganya yang menyuap makanan sementara matanya tidak pernah lepas dari layat televisi. Seekor kucing menghampirinya, berharap akan mendapatkan sepotong tempe paling tidak.

“apa? Hah? Apa? Hah?” sambil memegang potongan tempe dan melihat dengan tatapan mengejek kepada si kucing, seperti tahu kalau kucing lapar pasti akan makan tempe juga.
kucing dengan cepat berlalu karena tahu tak akan dapat sepotong tempe pun. Suapan terakhir menyeret-nyeret sendok disegala sisi piring, mengumpulkan butir-butir nasi yang tersisa.

Vivi sangat aktif, ia bisa saja mengerjakan sesuatu pada saat ini dan waktu berikutnya mengerjakan hal yang sama sekali berbeda, atau paling tidak menyanyikan lagu yang aneh-aneh.
“Heyyaaayayahoooyaaaaa ehhhh” melompat kesana kemari dan mengucapkan kata yang tidak jelas lalu berhenti tiba-tiba untuk menggaruk kepalanya. Berputar-putar seperti ada sebuah lagu yang ia dengar, lalu dengan buru-buru berganti pakaian.

Hari ini Jumat, sedang hujan dan bertepatan dengan jam pulang sekolah. Vivi datang dengan kuyup, memakai jas hujan yang entah milik siapa, seragam pramukanya seperti memberontak ingin lepas dari pemiliknya, serasa pakaian yang menggantung di tubuhnya dikenakan sekenanya, tanpa memperhatikan rok yang miring, kos kaki yang panjang sebelah, sepasang sepatu yang basah, juga baju dalam yang mengintip di balik kerah baju. 

Seakan tahu akan dihujani pertanyaan ia langsung menjelaskan, tentu dengan wajah cemberut.

“punyanya dinul ini, becek ki di sekolah” sambil membuka jas hujan kuning.

“kenapa basah rambutmu, nah pakai jas hujan jeko?” saya bertanya, tapi mungkin karena kejadian di sekolah yang lebih dulu disampaikan adit kepada mamak tentang dirinya yang nyaris berkelahi dengan temans sekelas membuat pertanyaan saya tidak lebih penting daripada penjelasannya kepada mamak saat ini.

Mamak sedang main game di handphonenya, vivi masuk seperti akan merajuk.
“level berapa meki mak?”dengan santai, seperti tidak terjadi apa-apa hari ini.

Mamak sedikit marah, tapi vivi menjelaskan sebisanya, dan berakhir dengan perintah makan siang yang biasanya jika tidak diperhatikan akan ia lewatkan begitu saja.

Seperti biasa, makan di depan TV sambil sesekali mengomentari apapun yang ia lihat. Kali ini tentang Saipul Jamil yang menjadi tersangka dalam kasus pencabulan.

“mana tawwa buktinya?”seperti pengamat atau mungkin pengacara, dengan pasti berkomentar atau lebih tepat membela saipul jamil, lalu kembali fokus dengan makanannya juga dengan ketenangan khas yang menggoda kita untuk sedikit jail padanya.

Lalu hari berikutnya datang dengan heboh, kali ini menyanyikan sebuah lagu yang terdengar seperti bahasa Thailand.

“Weik situ badi…weik situ badi” membuka sepatu dengan cepat, lalu berjalan sambil memukul meja setrika yang ia lalui seperti sebuah gendang.

“laguna anak bunggos itu” katanya dengan tekanan seperti tidak ada hal yang saya ketahui di dunia ini.

Lalu Dengan ekspresi sedikit kaget tapi kukira lebih terlihat sedang ingin menakut-nakuti, menjelaskan sebuah kejadian yang menurutnya menarik di sekolah kepadaku.

“weh ada toh temanku bawa uang 50 ribu baru toh hilangi uangna baru na dapatki temanku (temannya yang lain), baru na bawaki ke ibu guru, terus itu temanku (yang bawa uang 50 ribu) dipanggilmi ke ruangan kepala sekolah, sebenarnya toh mauka na traktir 3 orangka sama siti, tapi disitami uangna bela” bercerita seperti baru saja melihat hal aneh.
Lalu tiba-tiba membahas hal lain.

“Wiwik ada kuhapal anuna bunggos, mauko liat?” Bunggos adalah tim pramuka di sekolahnya, sambil memeragakan kode morse huruf A hingga G. Meskipun ia bukan bagian dari anggota tim Bunggos, jika sedang latihan Vivi pasti pulang dengan hal-hal baru yang ia tiru saat memperhatikan tim bunggos latihan.

Setelah berganti pakaian, Vivi lalu beranjak keluar rumah untuk bermain. Cerita hari ini tentang dirinya cukup sampai di sini.

0 komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada. Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com