Rabu, 08 Juli 2015
Film yang
dirilis sekitar bulan Januari 2013 ini merupakan sebuah film besutan sutradara
Lee Hwan-kyung. Secara garis besar, Miracle In Cell No. 7 sendiri menyuguhkan
sajian cerita tentang sekelumit konspirasi dan ketidakadilan hukum bagi
segelintir masyarakat kalangan bawah. Dibalik semua hal tersebut, tanpa
bermaksud mengurangi pesan yang ingin disampaikan, Hwan-kyung mencoba
menghadirkan plot “menyentuh” berupa hubungan yang kental akan emosi lahir dan
batin dari seorang anak perempuan yang berusia 6 tahun, Ye-sung kecil (Kal
So-won) dengan ayahnya Le Yong-gu (Ryu Seung-ryong) dan ternyata itu berhasil
menghipnotis penonton.
a. Film ini mengajarkan kita bahwa
keterbelakangan mental dan ketidakadilan yang ada di dunia tidak lantas membuat
hubungan keluarga berubah.
b. Kebaikan-kebaikan yang kita tanam
akan selalu berbuah manis, betapapun pahitnya hal yang kita alami untuk
melakukan kebaikan-kebaikan itu.
c. Hubungan interpersonal yang
terjalin antara ayah dan anak sangat kuat dan erat, meskipun sang ayah
mengalami gangguan mental, mereka berdua bisa saling memahami satu sama lain.
d. Bahkan orang yang mengalami
gangguan mental bisa setulus itu menolong, bahkan untuk orang yang pernah
berbuat jahat kepadanya. betapapun keterbatasanya untuk berkomunikasi dan
ketidakadilan yang dia terima
e. Setiap orang di dunia lahir dengan potensi masing-masing,
setelah menonton film ini, saya benar-benar bersalah bersikap sombong walau
hanya saya ungkapkan dalam hati.
f. Teman ternyata tidak hanya bisa kita temukan di tempat-tempat
seperti sekolah, kampus, kantor, dll. Teman juga bisa kita temukan pada
tempat-tempat seperti pada film ini. Teman yang kita miliki saat ini, belum
tentu bisa se-setia mereka. Ini tergantung kita, bagaimana kita hidup dan
bergaul.
h. Hubungan pertemannan seperti apa yang kita harapkan? Yang
pergaulannya luas? yang kaya? Yang cantik atau gagah? Yang pintar? Atau yang
bisa kalian manfaatkan? Dalam film ini kriteria teman yang kalian harapkan
tidak ada, namun bisa menolong kalian tanpa pamrih, bisa melihat tawa mereka
dengan tulus.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
tolong untuk analisisnya dikaitkan dengan faktor personal dan situasional dan polakan sesuai psikologi komunikasi agar lebih lengkap. terima kasih
BalasHapus